Segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu. Di Indonesia
banyak sekali kebudayaan dan kepribadian yang ada, karena seperti yang
kita tahu bahwa Indonesia memiliki banyak sekali suku sehingga dengan
sudah sangat pasti kebudayaannya pun berbeda.
Adanya kemajuan teknologi dan komunikasi menyebabkan informasi yang
datang dari luar pun dapat dengan mudah kita terima. Misalnya , lewat
radio, televisi, dan lain-lain.
Teknologi memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas untuk
memanfaatkan hasil-hasil alam dan apabila mungkin menguasai alam.
Perkembangan teknologi di Negara-negara besar seperti Amerika
Serikat, Rusia, Prancis, Jerman, dan Jepang merupakan contoh di mana
masyarakat tidak lagi pasif menghadapi tantangan alam sekitar. Keadaan
semacam ini disebut modernisasi yang akan berkembang terus sampai
melahirkan Era Globalisasi.
Adanya globalisasi menyebabkan unsur-unsur budaya asing akan mudah masuk
ke Indonesia. Budaya yang datang dari luar tidak semuanya positif bagi
perkembangan dan kehidupan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Tetapi unsur-unsur budaya asing yang masuk juga ada yang bersifat
negatif.
Pada umumnya unsur budaya kebendaan seperti peralatan yang mudah dipakai
dan dirasakan sangat bermanfaat, mudah diterima oleh masyarakat.
Misalnya, alat tulis-menulis yang banyak digunakan orang Indonesia yang
diambil dari unsur-unsur kebudayaan Barat.
Selain itu, unsur-unsur yang terbukti membawa manfaat yang besar seperti radio transitor sebagai alat media massa
yang termasuk unsur kebudyaan yang mudah diterima. Unsur-unsur tersebut
dengan mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima.
Misalnya, mesin penggiling padi dengan biaya murah dan pengetahuan
teknis yang sederhana dapat digunakan untuk melengkapi pabrik
penggilingan.
Unsur-unsur asing yang diterima tentunya lebih dulu mengalami proses
pengolahan. Unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima oleh masyarakat
misalnya unsur-unsur yang menyangkut sistem kepercayaan dan ideologi.
Selain itu, unsur-unsur yang dipelajari pada tahap pertama proses
sosialisasi misalnya, makanan pokok suatu masyarakat juga termasuk salah
satu unsur kebudayaan yang sulit diterima. Dengan globalisasi berbagai
unsur kebudayaan yang sangat sulit diterima. Dengan globalisasi berbagai
unsur kebudayaan juga akan masuk. Dengan globalisasi berbagai unsur
kebudayaan juga akan masuk. Hal ini akan membawa dampak positif dan
negatif.
Pada dasarnya masyarakat daerah timur dengan contoh Indonesia, sangat
terbuka dan toleran terhadap bangsa lain, tetapi selama masih sesuai
dengan norma, etika serta adat istiadat yang ada di Indonesia.
Pada umumnya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah
unsur kebudayaan kebendaan seperti peralatan yang terutama sangat mudah
dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang
menerimanya. Contohnya : Handphone, komputer, dan lain – lain.
Namun ada pula unsur-unsur kebudayaan asing yang sulit diterima adalah misalnya :
1. Unsur-unsur yang menyangkut sistem kepercayaan seperti ideologi, falsafah hidup dan lain-lain.
2. Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi.
Contoh yang paling mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat.
3. Pada umumnya generasi muda dianggap sebagai individu-individu yang
cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses
akulturasi. Sebaliknya generasi tua, dianggap sebagai orang-orang kolot
yang sukar menerima unsur baru.
4. Suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi, selalu ada
kelompok-kelompok individu yang sukar sekali atau bahkan tak dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Berbagai faktor yang mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu unsur kebudayaan baru diantaranya :
1. Terbatasnya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan
kebudayaan dan dengan orang-orang yang berasal dari luar masyarakat
tersebut.
2. Jika pandangan hidup dan nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan ditentukan oleh nilai-nilai agama.
3. Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses
penerimaan kebudayaan baru. Misalnya sistem otoriter akan sukar menerima
unsur kebudayaan baru.
4. Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur
kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang
baru tersebut.
5. Apabila unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas.
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan
peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia
di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, dan
bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas negara menjadi
bias. Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya
universal. Globalisasi sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah,
atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di
dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan
baru atau kesatuan dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi
dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang
diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki
pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini,
globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling
mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan
ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak
mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap
perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain
seperti budaya dan agama.
Unsur globalisasi yang sulit diterima masyarakat:
1. Teknologi yang rumit dan mahal.
2. Unsur budaya luar yang bersifat ideologi dan religi.
3. Unsur budaya yang sukar disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
Unsur globalisasi yang mudah diterima masyarakat:
1. Unsur yang mudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
2. Teknologi tepat guna, teknologi yang langsung dapat diterima oleh masyarakat.
3. Pendidikan formal di sekolah.
Sabtu, 30 November 2013
Kamis, 21 November 2013
Danau Tarusan Kamang
Deskripsi
Danau
Tarusan Kamang selama ini dimanfaatkan warga untuk budi daya ikan,
kubangan kerbau, memancing, dan mandi. Kala kering, ikan-ikan yang
menghiasi danau banyak terperangkap dalam tambak-tambak yang dipasang
sebagian warga. Ada beragam jenis ikan di sana seperti pantau, nila,
rayo, panser, bada putih.
Menghilangnya air danau ke dalam perut Bumi dan muncul di celah
padang rumput yang hijau, tanpa bisa menebak waktunya diperkirakan
terjadi karena adanya sungai bawah tanah. Sebagai danau karst, ketika
air tanah naik, maka lorong-lorong di bawah bukit batu gamping akan
menyemburkan air dan menutupi padang rumput. Tampaklah danau yang luas.
Sebaliknya, ketika air sungai bawah tanah turun, air tersedot hingga
hanya tampak padang rumput. Tidak ada waktu pasti, kapan danau surut dan
berapa lama danau kering. Terakhir, pada tahun lalu, Danau Tarusan
Kamang kering selama satu tahun. Air baru muncul lagi lima bulan lalu.
Saat ini kawasan itu masih menjadi danau, tempat anak-anak berenang dan
warga mencari ikan.
“Kadang danau ini bisa kering dan menjadi padang rumput sampai lima
bulan dan hingga dua tahun,” kata Sukri, tukang perahu dan ketua pemuda
di Kamang Mudiak. ”Begitu juga saat terisi kadang waktunya lima bulan
hingga dua tahun juga, tak pasti waktunya.” Menurut Sukri, saat air
danau keluar, biasa terdengar letusan di kaki bukit. Terkadang suara
terdengar dari beberapa tempat seperti suara ketel air panas, bunyi
gluk-gluk suara air dan tiga hari kemudian air mengalir dari balik
lubang-lubang batu kapur di kaki bukit sekitar danau dan mengubah padang
rumput itu menjadi danau.
Penelitian
“Banyak
danau karst di daerah lain, tetapi hanya Danau Tarusan Kamang yang
punya hubungan langsung dengan sungai di bawah tanah sehingga muncul
fenomena unik,” kata Andang Bachtiar, ahli geologi di Indonesia yang
pernah meneliti Danau Tarusan Kamang pada 23 Februari lalu. Di sisi
lain, Prof. Handang, yang pernah melakukan penelitian yang sama,
menemukan bahwa Danau Tarusan Kamang terdapat di zona patahan Sumatera
bagian timur, sehingga itu menjadi salah satu alasan air datang dan
mengering. Menurutnya, terdapat fenomena alam yang harus digali di Danau
Tarusan Kamang, seperti terdapatnya bongkahan batuan kapur (gamping) di
tepi-tepi danau yang berusia sekitar ratusan abad. "Baru pertama kali
saya menemukan batu kapur di danau, karena biasanya batu kapur terdapat
di daerah pantai. Ini menunjukkan, bahwa ratusan abad yang lalu danau
Tarusan Kamang ini dahulunya merupakan lautan," tukasnya.
Danau ini berada di kaki Bukit Barisan, sekitar 14 kilometer dari Bukittinggi.
Batu kapur yang ada di Danau Tarusan Kamang diprediksi berusia sekitar
ratusan abad, dan memiliki kandungan mineral COCA 2. Danau ini
diperkirakan sudah ada sejak 70 ribu tahun lalu sehingga tak ada satu
pun warga yang membangun rumah di batas air yang akan berubah menjadi
danau. Pebukitan karst di Danau Tarusan Kamang usianya jauh lebih tua
dari pada karst di Jawa. Karst di Kamang diperkirakan sudah berusia
400–300 juta tahun lalu karenanya pepohonan di atasnya tumbuh subur.
Selain Danau Tarusan Kamang, banyak gua aktif di bawah bukit karst
atau batu gamping, sungai bawah tanah, dan danau bawah tanah. Namun,
keberadaannya hingga kini belum pernah diteliti. Untuk penyuka wisata
penelusuran gua, tempat ini amat menarik karena guanya masih aktif.
Selain itu, belum ada pemetaan gua dan pemetaan sungai bawah tanah di
Danau Tarusan Kamang.
Rendang
Rendang atau randang adalah masakan daging bercita rasa pedas yang menggunakan campuran dari berbagai bumbu dan rempah-rempah. Masakan ini dihasilkan dari proses memasak yang dipanaskan berulang-ulang dengan santan kelapa.
Proses memasaknya memakan waktu berjam-jam (biasanya sekitar empat jam)
hingga kering dan berwarna hitam pekat. Dalam suhu ruangan, rendang
dapat bertahan hingga berminggu-minggu. Rendang yang dimasak dalam waktu
yang lebih singkat dan santannya belum mengering disebut kalio,
berwarna coklat terang keemasan.
Rendang dapat ditemukan di Rumah Makan Padang di seluruh dunia. Masakan ini populer di kalangan masyarakat Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, dan Thailand. Di daerah asalnya, Minangkabau, rendang disajikan dalam berbagai upacara adat dan perhelatan istimewa. Meskipun rendang merupakan masakan tradisional Minangkabau secara umum, masing-masing daerah di Minangkabau memiliki teknik memasak dan penggunaan bumbu yang berbeda.
Pada tahun 2011, rendang dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar World's 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia) yang digelar oleh CNN International.
Kandungan Bahan Dan Cara Memasak
Rendang adalah masakan yang mengandung bumbu rempah yang kaya. Selain bahan dasar daging, rendang menggunakan santan kelapa (karambia), dan campuran dari berbagai bumbu khas yang dihaluskan di antaranya cabai (lado), serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah dan aneka bumbu lainnya yang biasanya disebut sebagai pemasak.
Keunikan rendang adalah penggunaan bumbu-bumbu alami, yang bersifat
antiseptik dan membunuh bakteri patogen sehingga bersifat sebagai bahan
pengawet alami. Bawang putih, bawang merah, jahe, dan lengkuas diketahui
memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Tidak mengherankan jika rendang dapat disimpan satu minggu hingga empat minggu.
Proses memasak rendang asli dapat menghabiskan waktu berjam-jam
(biasanya sekitar empat jam), karena itulah memasak rendang memerlukan
waktu dan kesabaran.
Potongan daging dimasak bersama bumbu dan santan dalam panas api yang
tepat, diaduk pelan-pelan hingga santan dan bumbu terserap daging.
Setelah mendidih, apinya dikecilkan dan terus diaduk hingga santan
mengental dan menjadi kering. Memasak rendang harus sabar dan telaten
ditunggui, senantiasa dengan hati-hati dibolak-balik agar santan
mengering dan bumbu terserap sempurna, tanpa menghanguskan atau
menghancurkan daging. Proses memasak ini dikenal dalam seni kuliner
modern dengan istilah 'karamelisasi'. Karena menggunakan banyak jenis
bumbu, rendang dikenal memiliki citarasa yang kompleks dan unik.
Makna Budaya
Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya masyarakat Minangkabau. Rendang memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang Sumatera Barat, yaitu musyawarah dan mufakat, yang berangkat dari empat bahan pokok yang melambangkan keutuhan masyarakat Minang, yaitu:
- Dagiang (daging sapi), merupakan lambang dari "Niniak Mamak" (para pemimpin Suku adat)
- Karambia (kelapa), merupakan lambang "Cadiak Pandai" (kaum Intelektual)
- Lado (cabai), merupakan lambang "Alim Ulama" yang pedas, tegas untuk mengajarkan syariat agama
- Pemasak (bumbu), merupakan lambang dari keseluruhan masyarakat Minangkabau.
Dalam tradisi Minangkabau, rendang adalah hidangan yang wajib disajikan dalam setiap perhelatan istimewa, seperti berbagai upacara adat Minangkabau, kenduri, atau menyambut tamu kehormatan.
Dalam tradisi Melayu, baik di Riau, Jambi, Medan atau Semenanjung Malaya, rendang adalah hidangan istimewa yang dihidangkan dalam kenduri khitanan, ulang tahun, pernikahan, barzanji, atau perhelatan keagamaan, seperti Idul Fitri dan Idul Qurban.
Sejarah
Asal-usul
rendang ditelusuri berasal dari Sumatera, khususnya Minangkabau. Bagi
masyarakat Minang, rendang sudah ada sejak dahulu dan telah menjadi
masakan tradisi yang dihidangkan dalam berbagai acara adat dan hidangan
keseharian. Sebagai masakan tradisi, rendang diduga telah lahir sejak
orang Minang menggelar acara adat pertamanya. Kemudian seni memasak ini
berkembang ke kawasan serantau berbudaya Melayu lainnya; mulai dari
Mandailing, Riau, Jambi, hingga ke negeri seberang di Negeri Sembilan yang banyak dihuni perantau asal Minangkabau. Karena itulah rendang dikenal luas baik di Sumatera dan Semenanjung Malaya.
Sejarawan Universitas Andalas, Prof. Dr. Gusti Asnan menduga, rendang telah menjadi masakan yang tersebar luas sejak orang Minang mulai merantau dan berlayar ke Malaka
untuk berdagang pada awal abad ke-16. “Karena perjalanan melewati
sungai dan memakan waktu lama, rendang mungkin menjadi pilihan tepat
saat itu sebagai bekal.
Hal ini karena rendang kering sangat awet, tahan disimpan hingga
berbulan lamanya, sehingga tepat dijadikan bekal kala merantau atau
dalam perjalanan niaga.
Rendang juga disebut dalam kesusastraan Melayu klasik seperti Hikayat Amir Hamzah yang membuktikan bahwa rendang sudah dikenal dalam seni masakan Melayu sejak 1550-an (pertengahan abad ke-16).
Kelahiran
rendang tak luput dari pengaruh beberapa negara, misalnya bumbu-bumbu
dari India yang diperoleh melalui para pedagang Gujarat, India. Karena
diaduk terus-menerus, rendang identik dengan warna hitam dan tidak
memiliki kuah.
Rendang kian termahsyur dan tersebar luas jauh melampaui wilayah aslinya berkat budaya merantau
suku Minangkabau. Orang Minang yang pergi merantau selain bekerja
sebagai pegawai atau berniaga, banyak di antara mereka berwirausaha
membuka Rumah Makan Padang
di seantero Nusantara, bahkan meluas ke negara tetangga hingga Eropa
dan Amerika. Rumah makan inilah yang memperkenalkan rendang serta
hidangan Minangkabau lainnya secara meluas.
Rendang juga menjadi makanan yang disajikan khusus untuk hari raya
Idul Adha. Banyaknya daging kurban membuat masyarakat Padang
berlomba-lomba memasak rendang.
Jenis
Dalam memasak daging berbumbu dalam kuah santan, jika ditinjau dari kandungan cairan santan, sebenarnya terdapat tiga tingkat tahapan, mulai dari yang terbasah berkuah hingga yang terkering: Gulai — Kalio — Rendang.
Dari pengertian ini rendang sejati adalah rendang yang paling rendah
kandungan cairannya. Akan tetapi secara umum dikenal ada dua macam jenis
rendang: rendang kering dan basah.
Rendang Kering
Rendang
kering adalah rendang sejati dalam tradisi memasak Minang. Rendang ini
dimasak dalam waktu berjam-jam lamanya hingga santan mengering dan bumbu
terserap sempurna. Rendang kering dihidangkan untuk perhelatan
istimewa, seperti upacara adat, kenduri, atau menyambut tamu kehormatan.
Rendang kering biasanya berwarna lebih gelap agak coklat kehitaman.
Jika dimasak dengan tepat, rendang kering dapat tahan disimpan dalam
suhu ruangan selama tiga sampai empat minggu, bahkan dapat bertahan
hingga lebih dari sebulan jika disimpan di kulkas, dan enam bulan jika
dibekukan. Beberapa kalangan berpendapat bahwa citarasa rendang asli
Minang adalah yang paling lezat dan tiada dua — jauh berbeda dengan
rendang di sejumlah kawasan Melayu lainnya.
Rendang basah atau Kalio
Rendang basah, atau lebih tepatnya disebut kalio,
adalah rendang yang dimasak dalam waktu yang lebih singkat, santan
belum begitu mengering sempurna, dan dalam suhu ruangan hanya dapat
bertahan dalam waktu kurang dari satu minggu. Rendang basah berwarna
coklat terang keemasan dan lebih pucat.
Rendang juga dikenal di negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Rendang yang ditemukan di Malaysia lebih mirip kalio,
berwarna lebih pucat dan basah dengan citarasa yang tidak begitu kuat.
Rendang Malaysia yang disebut rendang kelantan dan rendang negeri
sembilan memiliki perbedaan dengan rendang Indonesia. Proses memasak
rendang di Malaysia, lebih singkat dan melakukan pengentalan bumbu
dengan dicampur kerisik
(kelapa parut yang disangrai), bukan dengan proses pemasakan dengan api
kecil dalam waktu yang lama. Karena keterkaitan sejarah melalui
kolonialisasi, rendang juga dapat ditemukan di Belanda, juga dalam bentuk kalio, tetapi umumnya disajikan sebagai salah satu bagian dari lauk-pauk Rijsttafel.
Variasi
Rendang
umumnya menggunakan daging sapi, tetapi dikenal pula berbagai jenis
bahan daging lainnya yang dimasak sesuai bumbu dan cara membuat rendang.
Variasi rendang antara lain:
- Rendang daging (Randang dagiang): rendang daging sapi, kerbau, kambing atau domba. Adalah jenis rendang yang paling lazim ditemukan.
- Rendang ayam: Rendang yang terbuat dari daging ayam
- Rendang bebek (Randang itiak): Rendang yang terbuat dari daging bebek
- Rendang hati: Rendang yang terbuat dari hati sapi
- Rendang telur (Randang talua): Rendang yang terbuat dari telur ayam, khas Payakumbuh
- Rendang paru: Rendang yang terbuat dari paru-paru sapi, khas Payakumbuh
- Rendang ikan tongkol: Rendang yang terbuat dari ikan tongkol
- Rendang suir: Rendang khas Payakumbuh yang dibuat dari daging ayam atau sapi yang serat dagingnya disuir atau diurai kecil-kecil. Rendang suir mirip abon, akan perbedaannya adalah serat dagingnya lebih besar dan bumbu rendang keringnya yang khas.
Kerajaan Pagaruyung
Sebelumnya kerajaan ini tergabung dalam Malayapura,sebuah kerajaan yang pada Prasasti Amoghapasa disebutkan dipimpin oleh Adityawarman, yang mengukuhkan dirinya sebagai penguasa Bhumi Malayu di Suwarnabhumi. Termasuk pula di dalam Malayapura adalah kerajaan Dharmasraya dan beberapa kerajaan atau daerah taklukan Adityawarman lainnya.
Sejarah
Berdirinya Pagaruyung
Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti, dari Tambo yang diterima oleh masyarakat Minangkabau tidak ada yang memberikan penanggalan dari setiap peristiwa-peristiwa yang diceritakan, bahkan jika menganggap Adityawarman
sebagai pendiri dari kerajaan ini, Tambo sendiri juga tidak jelas
menyebutkannya. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh
Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja
di negeri tersebut, tepatnya menjadi Tuhan Surawasa, sebagaimana penafsiran dari Prasasti Batusangkar.
Dari manuskrip yang dipahat kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang Arca Amoghapasa disebutkan pada tahun 1347 Adityawarman memproklamirkan diri menjadi raja di Malayapura, Adityawarman merupakan putra dari Adwayawarman seperti yang terpahat pada Prasasti Kuburajo dan anak dari Dara Jingga, putri dari kerajaan Dharmasraya seperti yang disebut dalam Pararaton. Ia sebelumnya bersama-sama Mahapatih Gajah Mada berperang menaklukkan Bali dan Palembang, pada masa pemerintahannya kemungkinan Adityawarman memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah pedalaman Minangkabau.
Dari prasasti Suruaso yang beraksara Melayu menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu Akarendrawarman yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan adat Minangkabau, pewarisan dari mamak (paman) kepada kamanakan (kemenakan) telah terjadi pada masa tersebut. Sementara pada sisi lain dari saluran irigasi tersebut terdapat juga sebuah prasasti yang beraksara Nagari atau Tamil, sehingga dapat menunjukan adanya sekelompok masyarakat dari selatan India dalam jumlah yang signifikan pada kawasan tersebut.
Adityawarman pada awalnya dikirim untuk menundukkan daerah-daerah penting di Sumatera, dan bertahta sebagai raja bawahan (uparaja) dari Majapahit.
Namun dari prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh raja ini belum ada
satu pun yang menyebut sesuatu hal yang berkaitan dengan bhumi jawa dan kemudian dari berita Cina diketahui Adityawarman pernah mengirimkan utusan ke Cina sebanyak 6 kali selama rentang waktu 1371 sampai 1377.
Setelah meninggalnya Adityawarman, kemungkinan Majapahit mengirimkan
kembali ekspedisi untuk menaklukan kerajaan ini pada tahun 1409. Legenda-legenda Minangkabau mencatat pertempuran dahsyat dengan tentara Majapahit di daerah Padang Sibusuk. Konon daerah tersebut dinamakan demikian karena banyaknya mayat yang bergelimpangan di sana. Menurut legenda tersebut tentara Jawa berhasil dikalahkan.
Sebelum kerajaan ini berdiri, sebenarnya masyarakat di wilayah Minangkabau sudah memiliki sistem politik semacam konfederasi, yang merupakan lembaga musyawarah dari berbagai Nagari dan Luhak.
Dilihat dari kontinuitas sejarah, kerajaan Pagaruyung merupakan semacam
perubahan sistem administrasi semata bagi masyarakat setempat (Suku Minang).
Pengaruh Hindu-Budha
Pengaruh Hindu-Budha di Sumatera bagian tengah telah muncul kira-kira pada abad ke-13,yaitu dimulai pada masa pengiriman Ekspedisi Pamalayu oleh Kertanagara, dan kemudian pada masa pemerintahan Adityawarman dan putranya Ananggawarman. Kekuasaan dari Adityawarman diperkirakan cukup kuat mendominasi wilayah Sumatera bagian tengah dan sekitarnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan gelar Maharajadiraja yang disandang oleh Adityawarman seperti yang terpahat pada bahagian belakang Arca Amoghapasa, yang ditemukan di hulu sungai Batang Hari (sekarang termasuk kawasan Kabupaten Dharmasraya).
Dari prasasti Batusangkar disebutkan Ananggawarman sebagai yuvaraja melakukan ritual ajaran Tantris dari agama Buddha yang disebut hevajra
yaitu upacara peralihan kekuasaan dari Adityawarman kepada putra
mahkotanya, hal ini dapat dikaitkan dengan kronik Tiongkok tahun 1377
tentang adanya utusan San-fo-ts'i kepada Kaisar Cina yang meminta permohonan pengakuan sebagai penguasa pada kawasan San-fo-ts'i.
Beberapa kawasan pedalaman Sumatera tengah sampai sekarang masih dijumpai pengaruhi agama Buddha antara lain kawasan percandian Padangroco, kawasan percandian Padanglawas dan kawasan percandian Muara Takus. Kemungkinan kawasan tersebut termasuk kawasan taklukan Adityawarman. Sedangkan tercatat penganut taat ajaran ini selain Adityawarman pada masa sebelumnnya adalah Kubilai Khan dari Mongol dan raja Kertanegara dari Singhasari.
Pengaruh Islam
Perkembangan agama Islam
setelah akhir abad ke-14 sedikit banyaknya memberi pengaruh terutama
yang berkaitan dengan sistem patrialineal, dan memberikan fenomena yang
relatif baru pada masyarakat di pedalaman Minangkabau. Pada awal abad
ke-16, Suma Oriental yang ditulis antara tahun 1513 dan 1515, mencatat dari ketiga raja Minangkabau, hanya satu yang telah menjadi muslim sejak 15 tahun sebelumnya.
Pengaruh Islam
di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-16, yaitu melalui para
musafir dan guru agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka.
Salah satu murid ulama Aceh yang terkenal Syaikh Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh Burhanuddin Ulakan,
adalah ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama Islam di
Pagaruyung. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah
menjadi kesultanan Islam. Raja Islam yang pertama dalam tambo adat
Minangkabau disebutkan bernama Sultan Alif.
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan
dengan ajaran agama Islam mulai dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam
adat diganti dengan aturan agama Islam. Pepatah adat Minangkabau yang
terkenal: "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah", yang artinya adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam bersendikan pada Al-Qur'an.
Namun dalam beberapa hal masih ada beberapa sistem dan cara-cara adat
masih dipertahankan dan inilah yang mendorong pecahnya perang saudara
yang dikenal dengan nama Perang Padri yang pada awalnya antara Kaum Padri (ulama) dengan Kaum Adat, sebelum Belanda melibatkan diri dalam peperangan ini.
Islam juga membawa pengaruh pada sistem pemerintahan kerajaaan Pagaruyung dengan ditambahnya unsur pemerintahan seperti Tuan Kadi dan beberapa istilah lain yang berhubungan dengan Islam. Penamaan negari Sumpur Kudus yang mengandung kata kudus yang berasal dari kata Quduus (suci) sebagai tempat kedudukan Rajo Ibadat dan Limo Kaum yang mengandung kata qaum jelas merupakan pengaruh dari bahasa Arab atau Islam. Selain itu dalam perangkat adat juga muncul istilah Imam, Katik (Khatib), Bila (Bilal), Malin (Mu'alim) yang merupakan pengganti dari istilah-istilah yang berbau Hindu dan Buddha yang dipakai sebelumnya misalnya istilah Pandito (pendeta).
Hubungan dengan Belanda dan Inggris
Pada awal abad ke-17, kerajaan ini terpaksa harus mengakui kedaulatan Kesultanan Aceh,dan mengakui para gubernur Aceh yang ditunjuk untuk daerah pesisir
pantai barat Sumatera. Namun sekitar tahun 1665, masyarakat Minang di
pesisir pantai barat bangkit dan memberontak terhadap gubernur Aceh.
Dari surat penguasa Minangkabau yang menyebut dirinya Raja Pagaruyung
mengajukan permohonan kepada VOC, dan VOC waktu itu mengambil
kesempatan sekaligus untuk menghentikan monopoli Aceh atas emas dan
lada.Selanjutnya VOC melalui seorang regentnya di Padang, Jacob Pits
yang daerah kekuasaannya meliputi dari Kotawan di selatan sampai ke
Barus di utara Padang mengirimkan surat tanggal 9 Oktober 1668 ditujukan
kepada Sultan Ahmadsyah, Iskandar Zur-Karnain, Penguasa Minangkabau yang kaya akan emas
serta memberitahukan bahwa VOC telah menguasai kawasan pantai pesisir
barat sehingga perdagangan emas dapat dialirkan kembali pada pesisir
pantai. Menurut catatan Belanda, Sultan Ahmadsyah meninggal dunia tahun 1674 dan digantikan oleh anaknya yang bernama Sultan Indermasyah.
Ketika VOC berhasil mengusir Kesultanan Aceh dari pesisir Sumatera Barat tahun 1666,melemahlah pengaruh Aceh pada Pagaruyung. Hubungan antara daerah-daerah
rantau dan pesisir dengan pusat Kerajaan Pagaruyung menjadi erat
kembali. Saat itu Pagaruyung merupakan salah satu pusat perdagangan di
pulau Sumatera, disebabkan adanya produksi emas di sana. Demikianlah hal tersebut menarik perhatian Belanda dan Inggris
untuk menjalin hubungan dengan Pagaruyung. Terdapat catatan bahwa tahun
1684, seorang Portugis bernama Tomas Dias melakukan kunjungan ke
Pagaruyung atas perintah gubernur jenderal Belanda di Malaka.
Sekitar tahun 1750 kerajaan Pagaruyung mulai tidak menyukai keberadaan VOC di Padang dan pernah berusaha membujuk Inggris yang berada di Bengkulu, bersekutu untuk mengusir Belanda walaupun tidak ditanggapi oleh pihak Inggris. Namun pada tahun 1781 Inggris berhasil menguasai Padang untuk sementara waktu, dan waktu itu datang utusan dari Pagaruyung memberikan ucapan selamat atas keberhasilan Inggris mengusir Belanda dari Padang.
Menurut Marsden tanah Minangkabau sejak lama dianggap terkaya dengan
emas, dan waktu itu kekuasaan raja Minangkabau disebutnya sudah terbagi
atas raja Suruaso dan raja Sungai Tarab dengan kekuasaan yang sama. Sebelumnya pada tahun 1732, regent VOC di Padang telah mencatat bahwa ada seorang ratu bernama Yang Dipertuan Puti Jamilan telah mengirimkan tombak dan pedang berbahan emas, sebagai tanda pengukuhan dirinya sebagai penguasa bumi emas.
Walaupun kemudian setelah pihak Belanda maupun Inggris berhasil
mencapai kawasan pedalaman Minangkabau, namun mereka belum pernah
menemukan cadangan emas yang signifikan dari kawasan tersebut.
Sebagai akibat konflik antara Inggris dan Perancis dalam Perang Napoleon
di mana Belanda ada di pihak Perancis, maka Inggris memerangi Belanda
dan kembali berhasil menguasai pantai barat Sumatera Barat antara tahun
1795 sampai dengan tahun 1819. Thomas Stamford Raffles
mengunjungi Pagaruyung pada tahun 1818, yang sudah mulai dilanda
peperangan antara kaum Padri dan kaum Adat. Saat itu Raffles menemukan
bahwa ibu kota kerajaan mengalami pembakaran akibat peperangan yang
terjadi.
Setelah terjadi perdamaian antara Inggris dan Belanda pada tahun 1814,
maka Belanda kembali memasuki Padang pada bulan Mei tahun 1819. Belanda
memastikan kembali pengaruhnya di pulau Sumatera dan Pagaruyung, dengan
ditanda-tanganinya Traktat London pada tahun 1824 dengan Inggris.
Runtuhnya Pagaruyung
Kekuasaan
raja Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat-saat menjelang perang
Padri, meskipun raja masih tetap dihormati. Daerah-daerah di pesisir
barat jatuh ke dalam pengaruh Aceh, sedangkan Inderapura di pesisir selatan praktis menjadi kerajaan merdeka meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung.
Pada awal abad ke-19 pecah konflik antara Kaum Padri dan Kaum Adat.
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara mereka.
Seiring itu dibeberapa negeri dalam kerajaan Pagaruyung bergejolak, dan
puncaknya Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang
Pagaruyung pada tahun 1815. Sultan Arifin Muningsyah terpaksa menyingkir dan melarikan diri dari ibu kota kerajaan ke Lubuk Jambi.
Karena terdesak oleh Kaum Padri, keluarga kerajaan Pagaruyung meminta bantuan kepada Belanda, dan sebelumnya mereka telah melakukan diplomasi dengan Inggris sewaktu Raffles mengunjungi Pagaruyung serta menjanjikan bantuan kepada mereka. Pada tanggal 10 Februari 1821 Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah, yaitu kemenakan dari Sultan Arifin Muningsyah yang berada di Padang,
beserta 19 orang pemuka adat lainnya menandatangani perjanjian dengan
Belanda untuk bekerjasama dalam melawan Kaum Padri. Walaupun sebetulnya
Sultan Tangkal Alam Bagagar waktu itu dianggap tidak berhak membuat
perjanjian dengan mengatasnamakan kerajaan Pagaruyung. Akibat dari perjanjian ini, Belanda menjadikannya sebagai tanda penyerahan kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah Belanda.
Kemudian setelah Belanda berhasil merebut Pagaruyung dari Kaum Padri,
pada tahun 1824 atas permintaan Letnan Kolonel Raaff, Yang Dipertuan
Pagaruyung Raja Alam Muningsyah kembali ke Pagaruyung, namun pada tahun
1825 Sultan Arifin Muningsyah, raja terakhir di Minangkabau ini, wafat
dan kemudian dimakamkan di Pagaruyung.
Sementara Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah pada sisi lain ingin diakui sebagai Raja Pagaruyung, namun pemerintah Hindia-Belanda dari awal telah membatasi kewenangannya dan hanya mengangkatnya sebagai Regent Tanah Datar.
Kemungkinan karena kebijakan tersebut menimbulkan dorongan pada Sultan
Tangkal Alam Bagagar untuk mulai memikirkan bagaimana mengusir Belanda
dari negerinya.
Setelah menyelesaikan Perang Diponegoro di Jawa, Belanda kemudian berusaha menaklukkan Kaum Padri dengan kiriman tentara dari Jawa, Madura, Bugis dan Ambon.
Namun ambisi kolonial Belanda tampaknya membuat kaum adat dan Kaum
Padri berusaha melupakan perbedaan mereka dan bersekutu secara rahasia
untuk mengusir Belanda. Pada tanggal 2 Mei 1833 Sultan Tangkal Alam Bagagar ditangkap oleh Letnan Kolonel Elout di Batusangkar atas tuduhan pengkhianatan. Ia dibuang ke Batavia (Jakarta sekarang) sampai akhir hayatnya, dan dimakamkan di pekuburan Mangga Dua.
Setelah kejatuhannya, pengaruh dan prestise kerajaan Pagaruyung tetap
tinggi terutama pada kalangan masyarakat Minangkabau yang berada di
rantau. Salah satu ahli waris kerajaan Pagaruyung diundang untuk menjadi
penguasa di Kuantan. Begitu juga sewaktu Raffles masih bertugas di Semenanjung Malaya, dia berjumpa dengan kerabat Pagaruyung yang berada di Negeri Sembilan,
dan Raffles bermaksud mengangkat Yang Dipertuan Ali Alamsyah yang
dianggapnya masih keturunan langsung raja Minangkabau sebagai raja di
bawah perlindungan Inggris. Sementara setelah berakhirnya Perang Padri, Tuan Gadang di Batipuh meminta pemerintah Hindia-Belanda untuk memberikan kedudukan yang lebih tinggi dari pada sekadar Regent Tanah Datar yang dipegangnya setelah menggantikan Sultan Tangkal Alam Bagagar, namun permintaan ini ditolak oleh Belanda, hal ini nantinya termasuk salah satu pendorong pecahnya pemberontakan tahun 1841 di Batipuh selain masalah cultuurstelsel.
Rumah Gadang
Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di Negeri Sembilan, Malaysia. Namun demikian tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau.
Fungsi
Rumah
Gadang sebagai tempat tinggal bersama, mempunyai ketentuan-ketentuan
tersendiri. Jumlah kamar bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal
di dalamnya. Setiap perempuan dalam kaum tersebut yang telah bersuami
memperoleh sebuah kamar. Sementara perempuan tua dan anak-anak
memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar
bersama di ujung yang lain.
Seluruh bagian dalam Rumah Gadang merupakan ruangan lepas kecuali kamar tidur. Bagian dalam terbagi atas lanjar
dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari muka ke
belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke
belakang menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar bergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas.
Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun dan hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan pada kaum tersebut. Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjung
(Bahasa Minang: anjuang) sebagai tempat pengantin bersanding atau
tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan pula
sebagai rumah Baanjuang. Anjung pada kelarasan Bodi-Chaniago
tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya, sedangkan pada kelarasan
Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang
dianut kedua golongan ini yang berbeda, salah satu golongan menganut
prinsip pemerintahan yang hirarki menggunakan anjung yang memakai
tongkat penyangga, pada golongan lainnya anjuang seolah-olah mengapung
di udara. Tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut biasanya juga
dibangun sebuah surau
kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga
sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut yang belum
menikah.
Arsitektur
Rumah adat ini memiliki keunikan bentuk arsitektur dengan bentuk puncak atapnya runcing yang menyerupai tanduk kerbau dan dahulunya dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai puluhan tahun namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng.
Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi
atas dua bahagian muka dan belakang. Dari bagian dari depan Rumah Gadang
biasanya penuh dengan ukiran ornamen dan umumnya bermotif akar, bunga,
daun serta bidang persegi empat dan genjang.
Sedangkan bagian luar belakang dilapisi dengan belahan bambu. Rumah
tradisional ini dibina dari tiang-tiang panjang, bangunan rumah dibuat
besar ke atas, namun tidak mudah rebah oleh goncangan, dan setiap elemen dari Rumah Gadang mempunyai makna tersendiri yang dilatari oleh tambo yang ada dalam adat dan budaya masyarakat setempat.
Pada umumnya Rumah Gadang mempunyai satu tangga yang terletak pada
bagian depan. Sementara dapur dibangun terpisah pada bagian belakang
rumah yang didempet pada dinding.
Ukiran
Pada bagian dinding Rumah Gadang di buat dari bahan papan, sedangkan bagian belakang dari bahan bambu. Papan dinding dipasang vertikal, sementara semua papan yang menjadi dinding dan menjadi bingkai diberi ukiran, sehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran. Penempatan motif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding Rumah Gadang.
Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi. Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran,
akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung.
Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke
bawah.
Disamping motif akar, motif lain yang dijumpai adalah motif geometri bersegi tiga, empat dan genjang. Motif daun, bunga atau buah dapat juga diukir tersendiri atau secara berjajaran.
Lubang Jepang
Sejarah
Sebelumnya,
Lubang Jepang dibangun sebagai tempat penyimpanan perbekalan dan
peralatan perang tentara Jepang, dengan panjang terowongan yang mencapai
1400 m dan berkelok-kelok serta memiliki lebar sekitar 2 meter.
Sejumlah ruangan khusus terdapat di terowongan ini, di antaranya adalah
ruang pengintaian, ruang penyergapan, penjara, dan gudang senjata.
Selain lokasinya yang strategis di kota yang dahulunya merupakan pusat pemerintahan Sumatera Tengah, tanah yang menjadi dinding terowongan ini merupakan jenis tanah yang jika bercampur air akan semakin kokoh. Bahkan gempa yang mengguncang Sumatera Barat tahun 2009 lalu tidak banyak merusak struktur terowongan.
Diperkirakan puluhan sampai ratusan ribu tenaga kerja paksa atau romusha dikerahkan dari pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan
untuk menggali terowongan ini. Pemilihan tenaga kerja dari luar daerah
ini merupakan strategi kolonial Jepang untuk menjaga kerahasiaan
megaproyek ini. Tenaga kerja dari Bukittinggi sendiri dikerahkan di
antaranya untuk mengerjakan terowongan pertahanan di Bandung dan Pulau Biak.
Objek Wisata
Lubang Jepang mulai dikelola menjadi objek wisata sejarah di tahun 1984, oleh pemerintah kota Bukittinggi. Beberapa pintu masuk ke Lubang Jepang ini diantaranya terletak pada kawasan Ngarai Sianok, Taman Panorama, di samping Istana Bung Hatta dan di Kebun Binatang Bukittinggi.
Ngarai Sianok
Ngarai Sianok yang dalam jurangnya sekitar 100 m ini, membentang
sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m, dan merupakan bagian dari
patahan yang memisahkan pulau Sumatera menjadi dua bagian memanjang (patahan Semangko). Patahan
ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk
lembah yang hijau—hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal)—yang
dialiri Batang Sianok (batang berarti sungai, dalam bahasa Minangkabau) yang airnya jernih. Di zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai karbouwengat atau kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai ini.
Batang Sianok kini bisa diarungi dengan menggunakan kano dan kayak yang disaranai oleh suatu organisasi olahraga air "Qurays". Rute yang ditempuh adalah dari nagari Lambah sampai jorong Sitingkai nagari Palupuh selama kira-kira 3,5 jam. Di tepiannya masih banyak dijumpai tumbuhan langka seperti rafflesia dan tumbuhan obat-obatan. Fauna yang dijumpai misalnya monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, dan juga tapir.
Jam Gadang
Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".
Selain sebagai pusat penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitar menara jam ini. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik di hari kerja maupun di hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.
Struktur
Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter.
Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa
tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.
Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris.
Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat
paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu
Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard
Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih.
Sejarah
Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden,
biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak
dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat
perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang
kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan
pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan
Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam
jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.
Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun
2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan
pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010.
Jumat, 15 November 2013
Budaya Minangkabau
Budaya Minangkabau adalah kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau
dan berkembang di seluruh kawasan berikut daerah perantauan
Minangkabau. Budaya ini merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar
di Nusantara
yang sangat menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat
egaliter, demokratis, dan sintetik, yang menjadi anti-tesis bagi
kebudayaan besar lainnya, yakni budaya Jawa yang bersifat feodal dan sinkretik.
Berbeda dengan kebanyakan budaya yang berkembang di dunia, budaya Minangkabau menganut sistem matrilineal baik dalam hal pernikahan, persukuan, warisan, dan sebagainya.
Sejarah
Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari Luhak Nan Tigo, yang kemudian menyebar ke wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo. Saat ini wilayah budaya Minangkabau meliputi Sumatera Barat, bagian barat Riau (Kampar, Kuantan Singingi, Rokan Hulu), pesisir barat Sumatera Utara (Natal, Sorkam, Sibolga, dan Barus), bagian barat Jambi (Kerinci, Bungo), bagian utara Bengkulu (Mukomuko), bagian barat daya Aceh (Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Kabupaten Aceh Tenggara), hingga Negeri Sembilan di Malaysia.
Budaya Minangkabau pada mulanya bercorakkan budaya animisme dan Hindu-Budha. Kemudian sejak kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, adat dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam dihapuskan. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak Kaum Adat
untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat
kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada syariat Islam. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah Perang Padri yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai
(cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang
pada syariat Islam. Kesepakatan tersebut tertuang dalam adagium Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai. (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran).
Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan
pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam.
Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, selain surau
yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang
beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain
belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri
pencak silat.
Produk kebudayaan
A. Kemasyarakatan dan filosofi
Kepemimpinan
Masyarakat
Minangkabau memiliki filosofi bahwa "pemimpin itu hanyalah ditinggikan
seranting dan didahulukan selangkah." Artinya seorang pemimpin haruslah
dekat dengan masyarakat yang ia pimpin, dan seorang pemimpin harus siap
untuk dikritik jika ia berbuat salah. Dalam konsep seperti ini, Minangkabau tidak mengenal jenis pemimpin
yang bersifat diktator dan totaliter. Selain itu konsep budaya
Minangkabau yang terdiri dari republik-republik mini, dimana
nagari-nagari sebagai sebuah wilayah otonom, memiliki kepala-kepala kaum
yang merdeka. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama, serta
dipandang sejajar di tengah-tengah masyarakat.
Dengan filosofi tersebut, maka Minangkabau banyak melahirkan
pemimpin-pemimpin yang amanah di berbagai bidang, baik itu politik,
ekonomi, kebudayaan, dan keagamaan. Sepanjang abad ke-20, etnis
Minangkabau merupakan salah satu kelompok masyarakat di Indonesia yang
paling banyak melahirkan pemimpin dan tokoh pelopor. Mereka antara lain : Tan Malaka, Mohammad Hatta, Yusof Ishak, Tuanku Abdul Rahman, Sutan Sjahrir, Agus Salim, Assaat, Hamka, Mohammad Natsir, Muhammad Yamin, Abdul Halim dan lain-lain.
Pendidikan
Budaya
Minangkabau mendorong masyarakatnya untuk mencintai pendidikan dan ilmu
pengetahuan. Sehingga sejak kecil, para pemuda Minangkabau telah
dituntut untuk mencari ilmu. Filosofi Minangkabau yang mengatakan bahwa
"alam terkembang menjadi guru", merupakan suatu adagium yang mengajak
masyarakat Minangkabau untuk selalu menuntut ilmu. Pada masa kedatangan
Islam, pemuda-pemuda Minangkabau selain dituntut untuk mempelajari adat
istiadat juga ditekankan untuk mempelajari ilmu agama. Hal ini mendorong
setiap kaum keluarga, untuk mendirikan surau sebagai lembaga pendidikan
para pemuda kampung.
Setelah kedatangan imperium Belanda, masyarakat Minangkabau mulai
dikenalkan dengan sekolah-sekolah umum yang mengajarkan ilmu sosial dan
ilmu alam. Pada masa Hindia-Belanda,
kaum Minangkabau merupakan salah satu kelompok masyarakat yang paling
bersemangat dalam mengikuti pendidikan Barat. Oleh karenanya, di
Sumatera Barat banyak didirikan sekolah-sekolah baik yang dikelola oleh
pemerintah maupun swasta.
Semangat pendidikan masyarakat Minangkabau tidak terbatas di kampung
halaman saja. Untuk mengejar pendidikan tinggi, banyak diantara mereka
yang pergi merantau. Selain ke negeri Belanda, Jawa juga merupakan tujuan mereka untuk bersekolah. Sekolah kedokteran STOVIA
di Jakarta, merupakan salah satu tempat yang banyak melahirkan
dokter-dokter Minang. Data yang sangat konservatif menyebutkan, pada
periode 1900 – 1914, ada sekitar 18% lulusan STOVIA merupakan
orang-orang Minang.
Kewirausahaan
Orang
Minangkabau dikenal sebagai masyarakat yang memiliki etos kewirausahaan
yang tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya perusahaan serta bisnis
yang dijalankan oleh pengusaha Minangkabau di seluruh Indonesia. Selain
itu banyak pula bisnis orang-orang Minang yang dijalankan dari Malaysia
dan Singapura. Wirausaha Minangkabau telah melakukan perdagangan di
Sumatera dan Selat Malaka, sekurangnya sejak abad ke-7. Hingga abad
ke-18, para pedagang Minangkabau hanya terbatas berdagang emas dan
rempah-rempah. Meskipun ada pula yang menjual senjata ke Kerajaan Malaka, namun jumlahnya tidak terlalu besar.
Pada awal abad ke-18, banyak pengusaha-pengusaha Minangkabau yang
sukses berdagang rempah-rempah. Di Selat Malaka, Nakhoda Bayan, Nakhoda
Intan, dan Nakhoda Kecil, merupakan pedagang-pedagang lintas selat yang
kaya. Kini jaringan perantauan Minangkabau dengan aneka jenis usahanya,
merupakan salah satu bentuk kewirausahaan yang sukses di Nusantara.
Mereka merupakan salah satu kelompok pengusaha yang memiliki jumlah aset
cukup besar. Pada masa-masa selanjutnya budaya wirausaha Minangkabau juga melahirkan pengusaha-pengusaha besar diantaranya Hasyim Ning, Rukmini Zainal Abidin, Anwar Sutan Saidi, Abdul Latief, Fahmi Idris, dan Basrizal Koto.
Pada masa Orde Baru pengusaha-pengusaha dari Minangkabau mengalami
situasi yang tidak menguntungkan karena tiadanya keberpihakan penguasa
Orde Baru kepada pengusaha pribumi.
Demokrasi
Produk
budaya Minangkabau yang juga menonjol ialah sikap demokratis pada
masyarakatnya. Sikap demokratis pada masyarakat Minang disebabkan karena
sistem pemerintahan Minangkabau terdiri dari banyak nagari yang otonom,
dimana pengambilan keputusan haruslah berdasarkan pada musyawarah
mufakat. Hal ini terdapat dalam pernyataan adat yang mengatakan bahwa
"bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat". Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid pernah mengafirmasi adanya demokrasi Minang dalam budaya politik Indonesia. Sila keempat Pancasila yang berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
ditengarai berasal dari semangat demokrasi Minangkabau, yang mana
rakyat/masyarakatnya hidup di tengah-tengah permusyawaratan yang
terwakilkan.
Harta pusaka
Dalam
budaya Minangkabau terdapat dua jenis harta pusaka, yakni harta pusaka
tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan warisan
turun-temurun dari leluhur yang dimiliki oleh suatu keluarga atau kaum,
sedangkan harta pusaka rendah merupakan hasil pencaharian seseorang yang
diwariskan menurut hukum Islam.
Harta pusaka tinggi adalah harta milik seluruh anggota keluarga yang
diperoleh secara turun temurun melalui pihak perempuan. Harta ini berupa
rumah, sawah, ladang, kolam, dan hutan.
Anggota kaum memiliki hak pakai dan biasanya pengelolaan diatur oleh
datuk kepala kaum. Hak pakai dari harta pusaka tinggi ini antara lain;
hak membuka tanah, memungut hasil, mendirikan rumah, menangkap ikan
hasil kolam, dan hak menggembala.
Harta pusaka tinggi tidak boleh diperjualbelikan dan hanya boleh
digadaikan. Menggadaikan harta pusaka tinggi hanya dapat dilakukan
setelah dimusyawarahkan di antara petinggi kaum, diutamakan di gadaikan
kepada suku yang sama tetapi dapat juga di gadaikan kepada suku lain.
Tergadainya harta pusaka tinggi karena empat hal:
- Gadih gadang indak balaki (perawan tua yang belum bersuami)
Jika tidak ada biaya untuk mengawinkan anak wanita, sementara umurnya sudah telat.
- Mayik tabujua di ateh rumah (mayat terbujur di atas rumah)
Jika tidak ada biaya untuk mengurus jenazah yang harus segera dikuburkan.
- Rumah gadang katirisan (rumah besar bocor)
Jika tidak ada biaya untuk renovasi rumah, sementara rumah sudah rusak dan lapuk sehingga tidak layak huni.
- Mambangkik batang tarandam (membongkar kayu yang terendam)
Jika tidak ada biaya untuk pesta pengangkatan penghulu (datuk) atau biaya untuk menyekolahkan seorang anggota kaum ke tingkat yang lebih tinggi.
Kontroversi Hukum Islam
Menurut hukum Islam, harta haruslah diturunkan sesuai dengan faraidh
yang sudah diatur pembagiannya antara pihak perempuan dan laki-laki.
Namun di Minangkabau, seluruh harta pusaka tinggi diturunkan kepada
anggota keluarga perempuan dari garis keturunan ibu. Hal ini menimbulkan kontoversi dari sebagian ulama.
Ulama Minangkabau yang paling keras menentang pengaturan harta pusaka tinggi yang tidak mengikuti hukum waris Islam adalah Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Syeikh Tahir Jalaluddin Al-Azhari, dan Agus Salim. Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, imam dan khatib Masjidil Haram Mekkah, menyatakan bahwa harta pusaka tinggi termasuk harta syubhat sehingga haram untuk dimanfaatkan. Beliau konsisten dengan pendapatnya itu dan oleh sebab itulah ia tidak mau kembali ke ranah Minang. Sikap Abdul Karim Amrullah
berbeda dengan ulama-ulama di atas. Beliau mengambil jalan tengah
dengan memfatwakan bahwa harta pusaka tinggi termasuk kategori wakaf,
yang boleh dimanfaatkan oleh pihak keluarga namun tidak boleh
diperjualbelikan.
B. Seni
Arsitektur
Arsitektur
Minangkabau merupakan bagian dari seni arsitektur khas Nusantara, yang
wilayahnya merupakan kawasan rawan gempa. Sehingga banyak rumah-rumah
tradisionalnya yang berbentuk panggung, menggunakan kayu dan pasak,
serta tiang penyangga yang diletakkan di atas batu tertanam. Namun ada
beberapa kekhasan arsitektur Minangkabau yang tak dapat dijumpai di
wilayah lain, seperti atap bergonjong. Model ini digunakan sebagai
bentuk atap rumah, balai pertemuan, dan kini juga digunakan sebagai
bentuk atap kantor-kantor di seluruh Sumatera Barat. Di luar Sumatera
Barat, atap bergonjong juga terdapat pada kantor perwakilan Pemda
Sumatera Barat di Jakarta, serta pada salah satu bangunan di halaman Istana Seri Menanti, Negeri Sembilan. Bentuk gonjong diyakini berasal dari bentuk tanduk kerbau, yang sekaligus merupakan ciri khas etnik Minangkabau.
Masakan
Memasak
makanan yang lezat merupakan salah satu budaya dan kebiasaan masyarakat
Minangkabau. Hal ini dikarenakan seringnya penyelenggaraan pesta adat,
yang mengharuskan penyajian makanan yang nikmat. Masakan Minangkabau
tidak hanya disajikan untuk masyarakat Minangkabau saja, namun juga
telah dikonsumsi oleh masyarakat di seluruh Nusantara. Orang-orang Minang biasa menjual makanan khas mereka seperti rendang, asam pedas, soto padang, sate padang, dan dendeng balado di rumah makan yang biasa dikenal dengan Restoran Padang. Restoran Padang tidak hanya tersebar di seluruh Indonesia, namun juga banyak terdapat di Malaysia, Singapura, Australia, Belanda, dan Amerika Serikat. Rendang salah satu masakan khas Minangkabau, telah dinobatkan sebagai masakan terlezat di dunia.
Masakan Minangkabau merupakan masakan yang kaya akan variasi bumbu.
Oleh karenanya banyak dimasak menggunakan rempah-rempah seperti cabai,
serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, dan bawang merah. Kelapa
merupakan salah satu unsur pembentuk cita rasa masakan Minang. Bahan
utama masakan Minang antara lain daging sapi, daging kambing, ayam,
ikan, dan belut. Orang Minangkabau hanya menyajikan makanan-makanan yang
halal, sehingga mereka menghindari alkohol dan lemak babi. Selain itu
masakan Minangkabau juga tidak menggunakan bahan-bahan kimia untuk
pewarna, pengawet, dan penyedap rasa. Teknik memasaknya yang agak rumit
serta memerlukan waktu cukup lama, menjadikannya sebagai makanan yang
nikmat dan tahan lama.
Literasi
Masyarakat
Minangkabau telah memiliki budaya literasi sejak abad ke-12. Hal ini
ditandai dengan ditemukannya aksara Minangkabau. Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah merupakan salah satu literatur masyarakat Minangkabau yang pertama. Tambo Minangkabau yang ditulis dalam Bahasa Melayu,
merupakan literatur Minangkabau berupa historiografi tradisional. Pada
abad pertengahan, sastra Minangkabau banyak ditulis menggunakan Huruf Jawi.
Di masa ini, sastra Minangkabau banyak yang berupa dongeng-dongeng
jenaka dan nasehat. Selain itu ada pula kitab-kitab keagamaan yang
ditulis oleh ulama-ulama tarekat. Di akhir abad ke-19, cerita-cerita
tradisional yang bersumber dari mulut ke mulut, seperti Cindua Mato, Anggun Nan Tongga, dan Malin Kundang mulai dibukukan.
Pada abad ke-20, sastrawan Minangkabau merupakan tokoh-tokoh utama
dalam pembentukan bahasa dan sastra Indonesia. Lewat karya-karya mereka
berupa novel, roman, dan puisi, sastra Indonesia mulai tumbuh dan berkembang. Sehingga novel yang beredar luas dan menjadi bahan pengajaran penting bagi pelajar di seluruh Indonesia dan Malaysia, adalah novel-novel berlatarbelakang budaya Minangkabau. Seperti Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Merantau ke Deli dan Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Hamka, Salah Asuhan karya Abdul Muis, Sitti Nurbaya karya Marah Rusli, dan Robohnya Surau Kami karya Ali Akbar Navis. Budaya literasi Minangkabau juga melahirkan tokoh penyair seperti Chairil Anwar, Taufiq Ismail dan tokoh sastra lainnya Sutan Takdir Alisjahbana.
Pantun dan pepatah-petitih
Dalam
masyarakat Minangkabau, pantun dan pepatah-petitih merupakan salah satu
bentuk seni persembahan dan diplomasi yang khas. Pada umumnya pantun
dan pepatah-petitih menggunakan bahasa kiasan dalam penyampaiannya.
Sehingga di Minangkabau, seseorang bisa dikatakan tidak beradat jika
tidak menguasai seni persembahan. Meski disampaikan dengan sindiran,
pantun dan pepatah-petitih bersifat lugas. Di dalamnya tak ada kata-kata
yang ambigu dan bersifat mendua. Budaya pepatah-petitih, juga digunakan
dalam sambah-manyambah untuk menghormati tamu yang datang.
Sambah-manyambah ini biasa digunakan ketika tuan rumah (si pangka) hendak mengajak tamunya makan. Atau dalam suatu acara pernikahan, ketika pihak penganten wanita (anak daro) menjemput penganten laki-laki (marapulai).
Selain berkembang di Sumatera Barat, pantun dan pepatah-petitih Minangkabau juga mempengaruhi corak sastra lisan di Riau dan Malaysia.
Contoh :
- Anak dipangku, kamanakan dibimbiang (Artinya : anak diberikan nafkah dan disekolahkan, serta kemenakan dibimbing untuk menjalani kehidupannya)
- Duduak marauk ranjau, tagak meninjau jarak (Artinya : hendaklah mengerjakan hal-hal yang bermanfaat, dan jangan menyia-nyiakan waktu)
- Dima rantiang dipatah, disinan sumua digali (Artinya : dimana kita tinggal, hendaklah menjunjung adat daerah setempat)
- Gadang jan malendo, cadiak jan manjua (Artinya : seorang pemimpin jangan menginjak anggotanya, sedangkan seorang yang cerdik jangan menipu orang yang bodoh)
- Satinggi-tinggi tabang bangau, babaliaknyo ka kubangan juo (Artinya : sejauh-jauh pergi merantau, di hari tua akan kembali ke kampung asalnya)
Ukiran
Masyarakat
Minangkabau sejak lama telah mengembangkan seni budaya berupa ukiran,
pakaian, dan perhiasan. Seni ukir dahulunya dimiliki oleh banyak nagari di Minangkabau. Namun saat ini seni ukir hanya berkembang di nagari-nagari tertentu, seperti Pandai Sikek. Kain merupakan media ukiran yang sering digunakan oleh masyarakat Minang. Selain itu ukiran juga banyak digunakan sebagai hiasan Rumah Gadang.
Ukiran Rumah Gadang biasanya berbentuk garis melingkar atau persegi,
dengan motif seperti tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan
berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran,
berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting
akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah. Disamping itu
motif lain yang dijumpai dalam ukiran Rumah Gadang adalah motif geometri
bersegi tiga, empat, dan genjang. Jenis-jenis ukiran Rumah Gadang
antara lain kaluak paku, pucuak tabuang, saluak aka, jalo, jarek, itiak pulang patang, saik galamai, dan sikambang manis.
Tarian
Tari-tarian
merupakan salah satu corak budaya Minangkabau yang sering digunakan
dalam pesta adat ataupun perayaan pernikahan. Tari Minangkabau tidak
hanya dimainkan oleh kaum perempuan tapi juga oleh laki-laki. Ciri khas
tari Minangkabau adalah cepat, keras, menghentak, dan dinamis. Adapula
tarian yang memasukkan gerakan silat ke dalamnya, yang disebut randai.
Tari-tarian Minangkabau lahir dari kehidupan masyarakat Minangkabau
yang egaliter dan saling menghormati. Dalam pesta adat ataupun
perkawinan, masyarakat Minangkabau memberikan persembahan dan hormat
kepada para tamu dan menyambutnya dengan tarian galombang. Jenis tari
Minangkabau antara lain: Tari Piring, Tari Payung, Tari Pasambahan, dan Tari Indang.
Bela diri
Pencak
Silat adalah seni bela diri khas masyarakat Minangkabau yang diwariskan
secara turun temurun dari generasi ke generasi. Pada mulanya silat
merupakan bekal bagi perantau untuk menjaga diri dari hal-hal terburuk
selama di perjalanan atau di perantauan. Selain untuk menjaga diri,
silat juga merupakan sistem pertahanan nagari (parik paga dalam nagari).
Pencak silat memiliki dua filosofi dalam satu gerakan. Pencak
(mancak) yang berarti bunga silat merupakan gerakan tarian yang
dipamerkan dalam acara adat atau seremoni lainnya. Gerakan-gerakan
mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin karena untuk pertunjukkan.Sedangkan silat merupakan suatu seni pertempuran yang dipergunakan
untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga
gerakan-gerakannya diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, dan
melumpuhkan lawan.
Orang yang mahir bermain silat dinamakan pendekar (pandeka).
Gelar pendekar ini pada zaman dahulunya dikukuhkan secara adat oleh
ninik mamak dari nagari yang bersangkutan. Kini pencak silat tidak hanya
diajarkan kepada generasi muda Minangkabau saja, namun juga telah
menyebar ke seluruh Nusantara bahkan ke Eropa dan Amerika Serikat.
Musik
Budaya Minangkabau juga melahirkan banyak jenis alat musik dan lagu. Di antara alat musik khas Minangkabau adalah saluang, talempong,
rabab, serta bansi. Keempat alat musik ini biasanya dimainkan dalam
pesta adat dan perkawinan. Kini musik Minang tidak terbatas dimainkan
dengan menggunakan empat alat musik tersebut. Namun juga menggunakan
istrumen musik modern seperti orgen, piano, gitar, dan drum. Lagu-lagu
Minang kontemporer, juga banyak yang mengikuti aliran-aliran musik
modern seperti pop, hip-hop, dan remix.
Sejak masa kemerdekaan Indonesia, lagu Minang tidak hanya dinyanyikan
di Sumatera Barat saja, namun juga banyak didendangkan di perantauan.
Bahkan adapula pagelaran Festival Lagu Minangkabau yang diselenggarakan
di Jakarta. Era 1960-an merupakan masa kejayaan lagu Minang. Orkes
Gumarang pimpinan Asbon Madjid,
merupakan salah satu kelompok musik yang banyak menyanyikan lagu-lagu
khas Minangkabau. Selain Orkes Gumarang, penyanyi-penyanyi Minang
seperti Elly Kasim, Ernie Djohan, Tiar Ramon, dan Oslan Husein,
turut menyebarkan musik Minang ke seluruh Nusantara. Semaraknya
industri musik Minang pada paruh kedua abad ke-20, disebabkan oleh
banyaknya studio-studio musik milik pengusaha Minang. Selain itu,
besarnya permintaan lagu-lagu Minang oleh masyarakat perantauan, dan
menjadi faktor kesuksesan industri musik Minang.
Upacara dan festival
- Tabuik
- Makan bajamba
- Turun mandi
- Batagak pangulu
- Turun ka sawah
- Manyabik
- Hari Rayo
- Pacu jawi
- Pacu itiak
Kamis, 14 November 2013
Resensi Novel Angkatan'66
JUDUL : BILA MALAM BERTAMBAH MALAM
KARYA : PUTU WIJAYA
TEMA : CINTA DAN KEANGKUHAN MANUSIA
TOKOH :
-GUSTI BIANG (pemarah, egois, sombong)
-WAYAN (baik hati, setia, lucu)
-NYOMAN (baik hati, sabar, setia)
-RATU NGURAH (baik, bijaksana, rendah hati, setia)
SINOPSIS :
Di Tabanan Bali,
Gusti Biang adalah janda almarhum I Gusti Rai seorang bangsawan yang
dulu sangat dihormati karena dianggap pahlawan kemerdekaan.Gusti Biang
hanya tinggal bersama dengan Wayan,seorang lelaki tua yang merupakan
kawan seperjuangan I Gusti Ngurah Rai dan Nyoman Niti seorang gadis desa
yang selama kurang lebih 18 tahun tinggal di puri itu.Sementara putra
semata wayangnya Ratu Ngurah telah lima tahun meninggalkannya karena ia
sedang menuntut ilmu di jawa.
Sikap Gusti Biang yang masih ingin mempertahankan tatanan lama yang
menjerat manusia berdasarkan kasta,membuat ia sombong dan memandang
rendah orang lain.
Nyoman Niti yang selalu setia melayani Gusti Biang,haru rela menelan pil
pahit akibat sikap Gusti Biang yang menginjak-injak harga dirinya.Telah
lama Nyoman Niti ingin meninggalkan puri itu karena ia sudah tdak
sanggup menahan radang kemarahan terhadap Gusti Biang.Namun Nyoman
selalu urung manakala Wayan yang selalu baik dan menghiburnya
membujuknya untuk bersabar dan tetap setia menjaga Gusti Biang demi
cintanya pada Ratu Ngurah.
Nyoman Niti tak kuasa lagi menahan emosi yang bertahun-tahun ia pendam
manakala Gusti Biang benar-banar menindasnya. Gusti Biang menuduh Nyoman
akan meracuninya dengan obat-obatan yang Nyoman berikan. Bahkan Gusti
Biang tidak segan-segan memukul Nyoman dengan tongkat gadingnya.
menimpa ia dan Gusti Biang terulang lagi. Wayan juga Akhirnya Nyoman
Niti pun bergegas meninggalkan puri itu. Wayan pun tak mampu menahan
kepergiannya. Tapi alangkah terkejutnya Nyoman ketika Gusti Biang
membacakan biaya yang dikeluarkannya membiayai Nyoman selama kurang
lebih 18 tahun. Nyomn tidak menyangka Gusti Biang setega itu akhirnya
Nyoman pergi dengan berurai air mata dalam suasana malam yang sunyi.
wayan pun menyuruh Ngurah pergi mengejar cintanya yaitu Nyoman Niti.
Wayan tidak ingin kejadian yang menasehati Gusti Biang agar merestui
hubungan putranya dengan Nyoman. Ia juga mengingatkan cinta yang tak
samapi antara dirinya dan gusti Biang hanya perbedaan kasta yang membuat
kduanya begitu menderita akhirnya Gusti Biang yang bernama asli Sagung
Mirah merestui hubungan Ratu Ngurah dan Nyoman.
AMANAT :
"SETIAP ORANG HARUS MENGHARGAI SATU SAMA LAIN TANPA MEMBEDAKAN KASTA ATAU DERAJAT"
Langganan:
Postingan (Atom)